Pengertian Dakwah
Dakwah yang secara bahasa berasal dari kata da’a, yad’u, da’wan, du’a yang berarti mengajak, memanggil, seruan, permohonan adalah istilah yang lazim dalam hidup umat muslim. Istilah ini biasanya di Indonesia untuk menyebut aktifitas ceramah keagaamaan, tabligh, dan yang sejenisnya. Tapi sebenarnya istilah ini bersifat netral, artinya seruan atau ajakannya untuk hal yang umum, tidak pada suatu perbuatan atau keyakinan yang benar atau salah. Namun kini telah terjadi monopoli atas kata ini oleh orang Islam, setidaknya itu kata Emha Ainun Nadjib.
Pengertian dakwah sebagai ceramah keagamaan atau tabligh tentu pengertian yang sempit. Perubahan zaman dan meningkatnya kompleksitas hidup akan terus memperluas pemaknaannya, karena dakwah adalah upaya untuk mengubah tatanan sosial sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah SAW.
Telah banyak di catat di banyak lituratur mengenai makna kata dakwah ini. Beberapa batasan dari beberapa ulama akan diurai di bawah ini.
- Ali Mahfuzh dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin menulis bahwa, “Dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.”
- Hamzah Ya’qub dalam Publisistik Islam menulis, “Adapun definisi dakwah dalam Islam adalah mengajak manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah SWT dan Rasulnya.”
- Bakhial Khauli berpendapat, “Dakwah adalah sesautu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.”
- Amrulloh Achmad menyatakan, “Hakikat dakwah Islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu system kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.”
- A. Hasjmy berpendapat, bahwa: “Dakwah Islamiyah ialah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwahnya sendiri.”
Dari beberapa pendapat yang diuraikan diatas diketahui bahwa dakwah adalah upaya yang sadar tentang bagaimana mengkondisikan manusia pada keadaan yang diharapkan lebih baik dari keadaan dan kondisi sebelumnya. Dan ini adalah upaya yang terus menerus menuju ke yang lebih baik dan lebih baik, terus tumbuh dan berkembng sesuai tuntutan ruang dan waktu.
Dalam penjelasan A. Hasjmy terkesan lebih tegas, beliau menyebut dengan istilah Dakwah Islamiyah. Dakwah yang tidak sekedar mengajak tapi prosesnya harus dimulai dari diri pelakunya. Jadi seorang pendakwah harus memiliki pemahaman yang benar, seorang pendakwah harus yakin dan mengamalkan terlebih dahulu sebelum berupaya mempengaruhi orang lain, karena tujuan dakwah mengubah masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik lahir dan batin.
“Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan yakin. Mahasuci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik ” (QS. Yusuf: 108)
Metode-Metode Dakwah
Ada dua unsur dakwah yang begitu erat dalam keterkaitan, yaitu isi dan cara penyampaiannya. Isi atau materi-materi dakwah sampai dengan tepat ke sasaran sangat tergantung pada cara penyampaiannya atau metodenya. Juga metode pun biasanya mengacu pada materinya. Dr. Quraisy Shihab berpendapat bahwa ketidaktepatan dari keduanya sering menimbulkan persepsi yang keliru.
Pada bagian ini akan dibahas tentang metode-metode dakwah, mengingat sudah jelas materi dakwah itu yang tak lain adalah ajaran-ajaran agama Islam.
Metode berasal dari kata metodos (Bahasa Yunani) yang berarti jalan, dalam hal ini metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud
Suatu maksud yang dituju dalam metode ini adalah membantu manusia untuk tetap sadar dan berupaya agar tetap berada di jalan yang lurus agar tidak tersesat. Jalan lurus ini adalah Islam.
“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yng baik dan berdebatlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. (QS. An Nahl: 125)
Dari ayat di atas seruan kepada jalan Tuhan agar tidak tersesat disebutkan terdapat tiga cara, yaitu: dengan hikmah, dengan pengajaran yang baik dan dengan berdebat dengan cara yang baik. Metode-metode inilah yang akan di bahas satu persatu di sini.
1 Metode Al Hikmah
Muhammad Abduh berpendapat bahwa, “Hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal.”
Sering dalam keseharian kita mendengar ungkapan “ambil hikmahnya” yang mungkin maksudnya adalah cermati persoalan yang ada untuk mengetahui apa sesungguhnya yang sedang terjadi. Yang akhirnya seperti pendapat Muhammad Abduh diatas, dengan upaya yang cermat untuk memahami persoalan yang ada akan terbaca rahasia dan faedah dalam tiap-tiap peristiwa atau hal. Bahasa kenyataan lebih fasih dari bahasa lisan.
Sebagai metode dakwah akhirnya terkesan disini bahwa dalam penyampaian pesan, seorang pendakwah harus sungguh-sungguh dalam memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk faham terhadap kenyataan yang melingkupinya. Seorang da’i musti faham persoalan yang sedang dihadapinya, bukan hanya pada permukaannya tapi sampai ke jantung masalah. Dakwah bil hikmah adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang pasti dan benar, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan. Demikian menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An Nasafi.
Disamping mampu menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kesamaran pengetahuan yang mendalam juga akan menghasilkan kebijaksanaan. Al hikmah juga diartikan kebijaksanaan, akal budi yang mulya dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Pada tahap ini kebijaksanaan akan berpengaruh pada ketepatan dalam mengolah materi dakwah. Karena ketepatannya menentukan keberhasilan dakwah dan ketidaktepatannya mengaburkan bahkan menimbulkan persepsi yang keliru atas pesan dakwah bahkan agama itu sendiri. Maka hikmah pula yang pada akhirnya menentukan sikap da’i, apakah harus bicara atau diam.
2. Metode Al Mau’idzah al Hasanah
Mau’idzatul hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah. Katamau’idzah berarti nasihat atau peringatan dan hasanah artinya kebaikan.
Pengertiannya secara istilah menurut Imam Abdullah bin Ahmad an Nasafi adalah: “Al Mau’idzatul hasanah adalah perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberi nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al Qur’an”.
Cara dakwah semacam ini dengan memberi nasihat lazim ditemui dalam masyarakat kita, dimana para da’i berceramah di mimbar-mimbar, memberi nasihat di depan umat dalam berbagai acara dan dalam banyak kesempatan. Kisah-kisah yang baik yang diceritakan oleh orang tua kepada anaknya, bimbingan-bimbingan guru di sekolah, prilaku-prilaku yang baik pun termasuk metode ini.
“Mau’idzatul hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik,” begitu menurut Abdul Hamid al Bilali dalam Fiqh al Dakwah fiingkar al Mungkar
3. Metode Al Mujadalah Bi-al-Lati Hiya Ahsan
Al Mujadalah artinya adalah dialog. Berasal dari kata “jadala” yang menurut Dr. Quraisy Shihab bermakna “menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu”, maka perdebatan ibarat menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.
An Nasafi berpendapat bahwa, “ Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama” Dari penguraian tadi memperjelas bahwa perbedaan pendapat yang lazim dalam pergaulan hidup terutama dalam agama penyelesaiannya haruslah menimbang banyak kebaikan. Perdebatan-perdebatan yang sering tak bisa dihindari dalam perbedaan pendapat tak lebih sebagai dialog dalam upaya mencari kebenaran yang terbaik. Jadi ini sesuatu yang sinergis, tidak melahirkan permusuhan, saling menghargai pendapat dan ikhlas menerima kebenaran.
Media Dakwah
Media dakwah adalah alat-alat atau perangkat yang digunakan untuk memudahkan proses dakwah. Media-media ini digunakan sebagai upaya mengkongkritkan gagasan-gagasan yang ada dalam pesan dakwah.
Salah satu media dakwah dan ini yang paling utama adalah juru dakwah itu sendiri. Badannya yang bertingkah laku dan yang mudah dikenali orang adalah media yang memungkinkan orang-orang faham pesan-pesan dakwah.
Muhammad Ghozali menegaskan bahwa: “Mereka sendiri (para pelaku dakwah) adalah dakwah atau teladan hidup dari ajaran-ajaran Islam. Juga dengan gairah dan teladan lah Islam mencapai gunung-gunung daratan Asia, menyebar ke sawah-sawah tanah tropis dan menyusup ke semak semak Afrika. Tak ada lembaga-lembaga resmi. Orang-orang Islam begitu saja pergi dengan dorongan dan kecenderungan pribadinya dan kemana-mana dia membawa agamanya.
Di luar badanya tentu saja banyak hal yang bisa dimanfaatkan sebagai media dakwah. Apalagi dengan terus berkembanganya zaman dan terus pesatnya kemajuan teknologi makin canggih media yang bisa dimanfaatkan. Media-media cetak, seperti: buku, koran, majalah atau bulletin sudah tidak asing lagi bagi kita. Media elektronik, macam: radio, televisi, computer (internet) bahkan handphone. Dan masih banyak yang lain seperti film dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment